Judul Asli Artikel: Asceticism in the Tradition of Pesantren: An Eco-Critical Discourse
✍️ Penulis:
- Wevi Lutfitasari – Universitas Trunojoyo Madura 📧 wevi.lutfitasari@trunojoyo.ac.id
- Mujtahidin – Universitas Trunojoyo Madura 📧 mujtahidin@trunojoyo.ac.id
🗞️ Dipublikasikan dalam: SHS Web of Conferences, Vol. 205, 2024 – ICOME
🔗 Akses artikel lengkap di sini
📌 DOI: 10.1051/shsconf/202420502010
💬 Insight Reflektif
“Nilai asketisme dalam pesantren bukan sekadar warisan spiritual, tetapi fondasi etis untuk membentuk warga digital yang respek, bijak, dan beradab dalam dunia maya yang serba bebas.”
Artikel ini mengangkat diskursus ekokritis terhadap praktik asketisme (zuhud) dalam tradisi pesantren sebagai laku hidup sederhana yang sarat nilai-nilai spiritual, ekologis, dan sosial. Melalui analisis wacana kritis, penulis mengurai bahwa asketisme bukan hanya praktik individual untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tetapi juga perangkat sosial dalam membentuk budaya pesantren yang hormat, reflektif, dan hemat konsumsi sumber daya.
Refleksi akademik penting dari artikel ini adalah bahwa nilai asketisme yang berkembang di pesantren sangat relevan dalam membentuk karakter warga digital saat ini. Di tengah budaya digital yang cenderung konsumtif, instan, dan permisif, nilai-nilai seperti kesederhanaan, kontrol diri, kesopanan, dan penghormatan terhadap sesama menjadi sangat penting. Inilah mengapa Pendidikan Pancasila di sekolah dasar perlu menempatkan nilai-nilai asketisme sebagai bagian integral dari pendidikan karakter dan kewargaan digital.
Sikap respek terhadap orang lain dan terhadap diri sendiri adalah bagian utama dari asketisme yang berorientasi pada kesadaran sosial dan etika hidup bersama. Dalam konteks digital, ini berarti menghindari ujaran kebencian, menolak perilaku cyberbullying, tidak menyebar hoaks, dan menjaga adab dalam interaksi daring. Sikap ini sejalan dengan sila kedua Pancasila—kemanusiaan yang adil dan beradab—yang menekankan pentingnya penghormatan atas martabat manusia yang setara di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan menjadikan nilai asketisme sebagai sumber nilai dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila, guru di sekolah dasar dapat mengajarkan anak untuk menjadi warga digital yang beradab, bijak, sadar batas, dan memiliki kepekaan sosial tinggi. Pesantren telah membuktikan bahwa nilai-nilai ini bisa dibentuk melalui pembiasaan, keteladanan, dan komunitas yang berorientasi pada kebaikan bersama. Kini saatnya sekolah-sekolah umum mengadopsi esensi nilai itu ke dalam ruang digital pendidikan kita.
📌 Format Sitasi APA
Lutfitasari, W., & Mujtahidin. (2024). Asceticism in the Tradition of Pesantren: An Eco-Critical Discourse. SHS Web of Conferences, 205, 02010. https://doi.org/10.1051/shsconf/202420502010
📤 Bagikan Insight Ini:
- 🔗 Bagikan ke WhatsApp
- 🔵 Share ke Facebook
✍️ Ingin mengirim insight reflektif akadmik Anda? Kirim ke direct.musa@gmail.com
Salam Generasi Digital yang Literat dan Bijak
🌐 directcitizen.id: Mendidik warga digital yang reflektif, bernilai, dan bijak
🕊️ Musa Foundation
Tinggalkan Balasan