Bagaimana Nilai Budaya Lokal Madura dapat Membentuk Warga Digital yang Toleran dan Berkarakter melalui Pendidikan Pancasila di Era Digital?

Judul Asli Artikel: Peran Nilai Budaya dalam Membentuk Perspektif Toleran dan Intoleran di Madura: Studi Kasus Konflik Sunni-Syiah di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang – Madura

✍️ Penulis:

  • Mujtahidin – Universitas Trunojoyo Madura 📧 mujtahidin@trunojoyo.ac.id
  • Mahmud – Universitas Trunojoyo Madura
  • Mohammad Edy Nurtamam – Universitas Trunojoyo Madura

🗞️ Dipublikasikan dalam: Jurnal Pamator, Volume 10 No. 2, Oktober 2017, Halaman 122–127
🔗 Akses artikel lengkap di sini


💬 Insight Reflektif

“Literasi digital, sains, dan kewarganegaraan tidak cukup hanya berbasis teknologi. Ia perlu dimanusiakan dengan nilai-nilai budaya lokal yang merekatkan: toleransi, harmoni, dan rasa hormat terhadap sesama.”

Artikel ini mengkaji konflik antarmazhab di Madura dan menunjukkan bahwa nilai budaya lokal dapat menjadi akar pembentuk perspektif toleran maupun intoleran dalam masyarakat. Khususnya, nilai harga diri (izzah) di Madura, jika disalahpahami atau disalahgunakan, dapat menjadi pemicu intoleransi dan bahkan radikalisme. Namun sebaliknya, ketika nilai-nilai seperti settong dere (satu saudara), lakkum diinukum waliadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku), dan tradisi rokat tase’ dihidupkan, masyarakat Madura menunjukkan toleransi dan gotong royong lintas iman yang luar biasa.

Refleksi penting dari artikel ini adalah bahwa transformasi pembelajaran di era digital tidak cukup hanya memindahkan ruang belajar dari kelas ke platform digital. Transformasi ini juga harus disertai dengan integrasi nilai-nilai lokal yang konstruktif ke dalam pendidikan, khususnya Pendidikan Pancasila di sekolah dasar. Dalam hal ini, nilai-nilai budaya Madura yang menjunjung martabat, persaudaraan, dan perdamaian menjadi sangat relevan sebagai dasar untuk membentuk literasi kewargaan digital yang etis, toleran, dan kontekstual.

Literasi digital tanpa fondasi nilai berisiko melahirkan warga digital yang pandai namun tidak peduli. Literasi sains tanpa nilai budaya bisa menjadi alat yang membelah, bukan menyatukan. Literasi kewarganegaraan tanpa toleransi bisa menjadi legitimasi eksklusivisme. Oleh karena itu, nilai-nilai lokal Madura perlu dihidupkan kembali sebagai instrumen pembelajaran transformatif, terutama dalam konteks menyelesaikan konflik tanpa kekerasan dan menumbuhkan warga digital yang respek, reflektif, dan harmonis.

📌 Format Sitasi APA

Mujtahidin, Mahmud, & Nurtamam, M. E. (2017). Peran Nilai Budaya dalam Membentuk Perspektif Toleran dan Intoleran di Madura: Studi Kasus Konflik Sunni-Syiah di Desa Karanggayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang. Jurnal Pamator, 10(2), 122–127. http://journal.trunojoyo.ac.id/pamator


📤 Bagikan Insight Ini:

✍️ Ingin mengirim insight reflektif akadmik Anda? Kirim ke direct.musa@gmail.com


Salam Generasi Digital yang Literat dan Bijak
🌐 directcitizen.id: Mendidik warga digital yang reflektif, bernilai, dan bijak
🕊️ Musa Foundation

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *